Tatkala sejenak menyegarkan diri dari keseharian yang begitu padat, iseng-iseng saya kembali menonton sebuah film yang kebetulan ada di file komputer temen saya. Film Indonesia yang begitu berkesan buat saya karena mencakup pelbagai aspek meski tak lepas dari beberapa kekurangan yang masih ada. Film yang mengisahkan tentang Ayah dan Anak yang berasal dari Medan, yang di mana Sang Ayah adalah seorang mantan jendral dan Sang Anak adalah wiraswasta sukses di Jakarta. Ya, film itu adalah Nagabonar jadi 2.
Tersadar mungkin begitu bodoh diri ini. Tatkala kita seakan malu ketika orang tua yang telah membesarkan kita, menunjukkan kasih sayangnya yang begitu besar (sering kita anggap kasih sayang yang berlebihan). Malu. Malu dan langsung berkata pada orang tua kita, "Ah Pak, aku kan udah besar. Ga usah di kayak gitu lagi ah. Malu." Atau, "Ibu, jangan gtu ah. Malu nih. Ga enak diliat ama teman-teman. Nti dikira aku masih kayak anak kecil lagi." Ya, jadi sadar betapa aku begitu sering terlintas dalam hati kata-kata seperti itu. Padahal mungkin, itu adalah tanda limpahan kasih sayangnya yang begitu besar terhadap kita. Rindunya yang tiada terkira setelah begitu lama berpisah dengan anak yang dicintainya. Keinginannya untuk selalu bersama kita, putra putri yang dicintai olehnya.
Mungkin saat ini kita belum merasakan. Rasa kesepian yang dirasakan oleh orang tua kita tatkala kita jauh dari mereka. Rasa rindu mereka tatkala mereka ingat masa kecil kita yang begitu manja, haus akan belaian lembut mereka. Kita belum merasakan! Sehingga mudah lah bagi kita terucap dan terlintas kata-kata seperti di atas tadi. Ah, padahal kita tahu. Sepi itu rasa dan saat yang sering memberi rasa tidak nyaman. Apalagi sepi dari orang yang dikasihi. Dan orang tua sering kali merasakan sepi itu tatkala di usia mereka yang kian menanjak senja, meski kita tidak menyadarinya.
Seringkah kita terlupa akan keberadaan orang tua kita di rumah? Bahkan mungkin kita lebih sering teringat dengan si "dia" yang belumlah pasti halal untuk kita. Ingat sahabat, belum halal! Yah, buktinya kita sering lebih merisaukan dan menanyakan kabar tentangnya dari pada orang tua kita. Sedikit-sedikit kita sms "dia" dan bertanya, "Sudah makan belum?" "Lagi apa?" dan sebagainya. Padahal pernahkan kita risau terhadap kabar orrang tua kita? Risau, apakah mereka sedang bahagia atau tidak? Risau apakah mereka sedang ada masalah atau tidak? Risau, apakah mereka sudah makan atau belum? Rasa-rasanya bisa dikatakan jarang (atau malah ga pernah?). Padahal sahabat, bisa jadi kini dia sedang dirundung sepi.
Sedikit berbagi, tatkala ibu saya pulang ke rumah dan mendapatkan kue atau makanan, yang pertama kali ibu saya lakukan adalah menelepon saya dan menanyakan, "Kapan bisa pulang? Ibu di rumah lagi banyak makanan nih. Kue kesukaan kamu dho." Selalu dan selalu seperti itu. Padahal ketika kita mendapatkan rezeki yang banyak atau berlebih, langsungkah kita teringat pada ibunda atau ayahanda?
Sungguh, betapa diri ini merasa sangat merugi.
Semoga Allah masih memberi izin untuk membaktikan diri pada mereka dan menorehkan senyum termanis dan terindah di bibir mereka seraya berkata, "Aku mencintaimu. Ibu, Ayah"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar