Kamis, 13 Maret 2014

Inilah Jawaban Kami, Hai Saudaraku yang Anti Demokrasi

Suatu waktu dirimu berkata, "Tinggalkan demokrasi, sudah terbukti sistem ini gagal mengelola negara. Gagal mengakomodasi hak dan kewajiban ummat. Kembali pada syariah, tegakkan khilafah."

Izinkan aku menjawab, "Lho, jika ditinggalkan, bagaimana ceritanya hak dan kewajiban ummat bisa ditegakkan? Sementara pengelolaan negara diserahkan sepenuhnya pada mereka?"

Kemudian engkau menimpali, "Ya, kita berjuang bersama saja. Apa gak kapok? Ummat Islam sejak pemilu pertama di Indonesia sampai saat ini selalu gagal menegakkan hak dan kewajiban ummat melalui parlemen. Sementara kalian tahu sendiri, biaya ke parlemen itu tidak sedikit."

Maka aku kembali menanggapi, "Bukankah aneh? Saudara ingin kami membuktikan keberhasilan perjuangan kami di parlemen. Sementara saudara justru menjegal langkah kami dan turut andil memperkecil suara kami di parlemen."

Engkau beralasan, "Kami bukan menjegal, kami hanya ingin membuka mata. Menegakkan syariat itu tak bisa dilaksanakan jika sistemnya kufur. Sudah terbukti adanya umat muslim di parlemen sejak dulu, tapi syariat tetap tidak tegak sepenuhnya."

Tapi kami punya jawaban, "Lho kawan, coba baca sejarah. Pernahkah perwakilan dari partai berasas Islam mendominasi parlemen? Jika tidak pernah, dan memang belum pernah, bagaimana anda memvonis bahwa perjuangan di parlemen itu pasti gagal? Sementara tidak pernah satu kali pun perwakilan partai yang berasas Islam menjadi mayoritas dalam parlemen negeri ini.

Bukankah aneh? Anda menginginkan kami menunjukkan bukti keberhasilan berjuang lewat parlemen, tapi anda menjegal kami dalam berjuang di sana. Anda berkata, berjuang di parlemen adalah kegagalan yang akan terus berulang. Sementara anda harusnya tahu, belum pernah satu kali pun, perwakilan ummat yang memakai asas Islam mendominasi Senayan.

Anda bertanyakah? Mengapa wakil yang berasaskan Islam tidak pernah mendominasi? Jika itu anda tanyakan, silahkan melihat kepada diri anda sendiri. Bagaimana anda menjegal saudara anda dari upaya untuk menjadikan suara ummat Islam dominan di parlemen negeri ini.

Jika anda menyayangkan, mengapa bahasa yang keluar dari saudara anda di parlemen sana justru bahasa yang tidak berbau Arab. Bukankah lebih penting esensi dan isi dari sekadar bahasa. Jaminan produk halal, anti pornografi dan pornoaksi, memperjuangkan dana pendidikan dan lain sebagainya bukankah satu langkah menegakkan hak dan kewajiban ummat?

Jika anda gemas, mengapa wakil kami tidak tegas berbahasa syariat. Tahukah anda? Porsi wakil kami di parlemen tidak sampai separuhnya. Kecil sekali. Andai wakil kami tidak bermain cantik, betapa sulitnya meyakinkan wakil-wakil yang tidak ingin hak dan kewajiban ummat ini tegak.

Jika anda ingin ummat bersatu, percayalah kami juga sama. Lantas, mengapa kita tidak menyelaraskan langkah? Karena ego gerakan semata kah tergadai ukhuwwah?

Saudaraku, saling mendebatnya kita saat perebutan kekuasaan sudah di depan mata. Hanyalah saling memperlemah diri, dan membiarkan musuh ummat terus menertawai sambil mengisap kekayaan ummat ini."

1 komentar:

  1. Biarpun islam yang menang dalam demokrasi,mereka akan dibantai oleh juragan demokrasi itu sendiri yaitu amerika,ingat kasus mesir(presiden mursi)

    BalasHapus