Selasa, 22 Mei 2012

Karena Ramadhan Bukanlah Topeng (serial #RinduRamadhan)

Bismillah Ar Rahman Ar Rahim.

Ramadhan kan kembali tiba. Seketika banyak orang mengubah tampilan, sikap dan prilakunya. Banyak yang mengubah imej, semula buruk menjadi baik dan bagus. Tadinya tak mengenakan busana muslimah, khusus di bulan Ramadhan, menjadi berjilbab. Hotel, restoran, televisi, band, dan tempat-tempat publik yang umumnya kerap bertabur maksitat berupaya menyesuaikan tampilan dan programnya. Mereka menyebutnya "Islami".

Orang boleh bersilang pendapat, apakah tampilan yang dimaksud termasuk islami atau tidak. Tapi yang pasti ironis, Islam seakan hanya berhak hidup pada bulan Ramadhan ini. Setelah itu menjadi tak diperlukan. Sejumlah selebritis berterus-terang akan mengubah dirinya pada bulan suci ini. namun terlihat kembali seperti biasanya pada bulan lainnya.

Ironis memang. Jagad kita seolah bertabur dengan nuansa ironi. Jika seseorang ingin mengubah dirinya menjadi lebih baik kala Ramadhan, bukankah itu juga berarti dia mengakui bahwa apa yang lazim ia lakukan pada bulan-bulan selain Ramadhan adalah bentuk kemaksiatan dan kemungkaran? Namun betapa banyak yang mengakui tanpa terlihat rasa malu dan bersalah.Banyak orang yang mendukung, mengamini, atau sekadar monontonnya. Seperti kata sebuah pameo, kesalahan yang terus menerus diulang, kelak kan terlihat seperti sebuah kebenaran.

Lebih ironis lagi, tak sedikit kaum "muslimin" yang memuaskan dirinya dengan kemaksiatan hanya selang beberapa hari jelang Ramadhan. Mereka pergi ke tempat-tempat hiburan, memuaskan hasratnya sebelum kan ditahan sebulan.

Pada Ramadhan kita kan berubah menjadi manusia "shalih": berpuasa, bangun sahur, shalat Subuh, tarawih, dan lain sebagainya. Sebuah fenomena yang selalu terulang setiap tahun. Ada yang mematok hatinya untuk berubah di bulan Ramadhan. Ada yang berharap dirinya dapat menjemput hidayah, sebagai langkah awal untuk perbaikan pada bulan-bulan dan masa selanjutnya. Karena bagaimana pun, Ramadhan tak dapat dipungkiri, adalah momentum untuk membenahi diri.

Dengan mematok sekadar menahan diri untuk tidak bermaksiat atau hanya mengurangi pada bulan Ramadhan, maka kita tak ubahnya seperti mengenakan topeng di bulan paling istimewa ini. Nyatanya, begitu banyak orang yang hidup dengan topeng. Ada yang berterus-terang, tapi ada juga yang sembunyi-sembunyi. Malu-malu kucing.

Mungkin kita terlupa bahwa sejatinya Ramadhan ini adalah sarana penguatan diri dan pribadi kita. Atau mungkin karena disebut sebagai sarana penguatan maka di bulan ini iman kita jadi kuat tapi tidak di bulan lainnya? Atau karena bulan ini adalah bulan mulia, sehingga diri kita berubah menjadi seolah mulia hanya pada bulan ini saja namun kembali menghinakan diri kita dengan bermaksiat padaNya? Atau karena Ramadhan adalah bulan Quran, sehingga kita hanya bisa menamatkan bacaan 30 juz Al Quran hanya pada Ramadhan?

Terlupakah kita akan hadits yang mengatakan bahwa kita disebut rugi bila saat ini sama dengan kemarin, atau bahkan disebut celaka bila kita menjadi lebih buruk. Terlupakah kita, bahwa kita disebut melalaikan Quran kala tak mampu menamatkannya dalam sebulan? Terlupakah kita, bahwa kita dicipta sebagai manusia yang berderajat mulia dan aturanNya adalah untuk me-manusia-kan manusia. Terlupakah kita bahwa seluruh aturan, perintah, serta ajaranNya tak hanya berlaku pada satu bulan saja.

Saya tidak bermaksud untuk memvonis kalangan tertentu, karena saya tahu bahwa saya sendiri kerap seperti apa yang telah tersebut di atas. Saya hanya ingin kita bersama perbaiki diri dan sudut pandang kita terhadap Ramadhan. Menjadi pribadi yang baik tatkala Ramadhan, dan terus menjaga kebaikan dan menambah dengan kebaikan lain pada bulan selain Ramadhan.

Guru saya pernah berucap, “Janganlah dibandingkan amalan ketika bulan Ramadhan dengan amalan di bulan yang lain. Karena berbeda rasa, berbeda iklim, berbeda nuansa dan suasana.” Saya setuju dengan perkataan tersebut, bagaimana pun Ramadhan adalah bulan khusus kala setan terbelenggu, pinta surga terbuka, dan keridhoanNya terasa di setiap hari Ramadhan kita. Namun itu bukan alasan berubah menjadi kembali ‘kurang baik’ setelah Ramadhan. Karena kita tidak pernah tahu, apakah kita dapat berjumpa kembali dengan Ramadhan atau tidak. Bayangkan jika kita kembali menjadi ‘kurang baik’ setelah Ramadhan dan pada saat itu waktu kita di dunia sudah usai, na’udzubiLlah min dzalik.

Pada akhirnya, Ramadhan sudah terasa gaungnya. Mari kita semarakkan semangat Ramadhan dalam tiap diri dan jiwa kita. Agar siaplah diri kita menyambut dan berada di bulan yang mulia. Juga semoga Ramadhan tidak hanya menjadi topeng bagi kita, karena menjadi lebih baik ketika Ramadhan itu luar biasa dan tetap menjadi lebih baik pada setelahnya itulah istimewa
.

            Salam #RinduRamadhan  :) 


Bagian awal pada tulisan ini diambil dari majalah Sabili edisi Khusus tahun 2003 dengan pengubahan seperlunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar