Adakala kita harus kembali memutar memori terdahulu, membaca buku-buku lama, agar tahu apa yang telah berubah dari diri kita. Mungkin buku yang dulu dibaca tanpa terasa maknanya, bisa jadi kini kita merasa tertusuk kata demi kata kala membacanya. Sama halnya dengan nasehat yang dulu terasa menyejukkan, bisa jadi bila didengar kini terasa menyakitkan. Meski kata-katanya sama, tiada beda.
Coba dilihat dan diingat kembali. Betapa fenomena-fenomena kebaikan yang dulu dirasa lumrah antara kita, kini mulai hilang dan punah.
Tak ada salah kita berhenti sejenak. Bercermin terhadap masa lalu tuk
melihat seberapa diri berubah, agar tau apa yang jadi salah.
Karena seringkali, tanpa disadari. Betapa banyak kebaikan yang telah hilang dari dalam diri.
Teringat sebagian dari lirik nasyid yang dulu sering disenandungkan di pondok kami.
"Allah tujuan kami
Al Quran kitab kami
RasuluLlah Muhammad, dialah teladan kami
Jihad fi sabiliLlah, langkah perjuangan kami
Gugur dengan syahid, adalah impian kami"
Sejenak terhenyak, termenung. Masihkah kita menjadikan Allah sebagai alasan dan tujuan dari setiap amalan? Seberapa seringkah Al Quran, yang merupakan panduan, kita baca dalam sehari semalam? Apakah RasuluLlah masih jadi teladan dalam tiap perbuatan? Atau kini di hati kita, RasuluLlah tergantikan oleh makhluk-makhluk Allah yang dipropagandakan sebagai idola?
Pun demikian dengan kata jihad, masihkah ia terdengar agung? Merasuki tiap dada dan jiwa kita. Bukan sekadar jihad, tapi jihad di jalan Allah. Kemudian gugur dengan syahid, masihkah ia jadi kematian yang kita idamkan? Atau kini kita kembali terperangkap dalam sebuah paradigma sesat, "Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk surga"?
Sungguh bukan maksud tuk mundur kembali ke masa silam, hanya ingin menegaskan bahwa melangkah ke depan bukan berarti meninggalkan kebaikan yang dulu pernah kita lakukan. Jangan sampai kita seperti yang disenandungkan dalam nasyid "Belajar dari Ibrahim".
"Sering kita merasa taqwa
Tanpa sadar terjebak rasa
Dengan sengaja mencuri-curi
Diam-diam ingkar hati.
Pada Allah MENGAKU cinta
Walau pada KENYATAANNYA
Pada HARTA pada DUNIA
TUNDUK seraya MENGHAMBA"
Mari kembali bercermin pada kebaikan masa silam, lihat dan tengoklah apa yang kini menjadi salah. Tentu kesalahan yang kita lakukan bukan tuk sekadar kita sesali, tapi kita perbaiki dengan kebaikan sepenuh hati dan diri.
Mari kita lihat diri kita. Kita terawang hati, jiwa, akal, dan raga
kita. Betapa banyak kebaikan yang telah hilang dari diri kita. Betapa
semakin lemah diri ini menghadapi cobaan dariNya. Mari memuhasabahi diri
sebelum kembali beramal. Kita lihat dan periksa lagi apa yang menjadi orientasi amalan kita.
Kita lihat sudah benarkah niat kita. Kita luruskan kembali segala hal
yang ada dalam diri kita.
Ingatlah tujuan hidup kita. Ingat betapa besar misi yang kita emban
hingga gunung pun tak sanggup memikulnya. Ingat kembali segala yang
telah kita pelajari dan mari bersama kita coba tuk amalkan dan saling
mengingatkan juga saling medoakan. Agar tiap fenomena kebaikan terus dilestarikan, tiada yang menghilang.
Tiap amalan bergantung pada landasan. Jika Allah benar-benar jadi orientasi, maka seharusnya semangat berkebaikan kita pun abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar